Kampung Media Lengge Wawo, Sekretariat: Jalan Lintas Bima - Sape Km.17 Kompleks Lapangan Umum Desa Maria Utara Kecamatan Wawo Kabupaten Bima, Telepon: 0374-7000447. Bagi yang ingin mengirim Tulisan Berita atau Artikel hubungi Nomor HP: 081803884629/085338436666

Senin, 09 November 2015

Jika Semua Emas Freeport Dimiliki Rakyat Indonesia

KM LENGGE,- Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang berlimpah dan kaya raya. Potensi kekayaan alamnya sangat luar biasa, baik sumber daya alam hayati maupun non hayati. Namun sayang, Negara kita belum mampu sepenuhnya menggembangkan dan megelola sendiri sebagaian kekayaan sumber daya alam di Indonesia.
Salahsatu kekayaan alam yang dikelola oleh pihak asing adalah kekayaan alam nonhayati yaitu tambang emas di Timika Propinsi Papua. Sebagai generasi muda kita harus cemas dan sedih dengan ketidakmaampuan Negara kita mengelola sendiri tambang emas ini. Seandainya Indonesia mampu mengelola dengan mandiri tambang emas di Timmika Papua maka seluruh masyarakat Indonesia akan sejahtera dan makmur.

Masalah pengelolaan Freeport masih jadi hal yang sensitif di negeri ini. Tak hanya tentang sejarah awal pembangunan tambangnya yang konon sampai menyeret isu konspirasi kelas berat, tapi juga masalah janji-janji penyejahteraan perusahaan Amerika ini kepada masyarakat Indonesia, khususnya warga Papua sendiri, yang sepertinya kurang terlihat secara nyata.

Freeport mulai menancapkan bor-bor tajamnya pada tahun 1967 lewat Kontrak Karya I yang direalisasikan pada tahun 1973. Lalu diperpanjang pada tahun 1991 dan kini masih renegoisasi dengan pemerintah yang jika deal maka mereka akan kembali menggigiti tanah Papua sampai 2041 mendatang. Soal durasi, perusahaan yang sudah ada sejak zaman kolonial ini hampir 42 tahun memboyongi mineral berupa emas, perak, tembaga dan lain sebagainya di Timika.

Nah, sekarang mari kita hitung-hitungan berapa banyak yang sudah mereka ambil mulai dari awal beroperasi hingga sekarang. Para pakar mengatakan jika setidaknya tiap tahun Freeport mengangkut 1 juta ons emas. Dari jumlah ini lalu kita konversikan menjadi gram, kemudian dikalikan dengan jumlah tahun operasi (42 tahun) dan juga kurs emas, anggap saja nilainya Rp 300 ribuan. Penasaran dengan angka akhir yang didapatkan? Rp 357 triliun! Ini hanya jumlah kasar saja dan bisa lebih banyak lagi kalau dihitung secara cermat.

Nah, bayangkan jika sejak awal pengelolaan tambang terbesar dunia ini ada di tangan pemerintah. Mungkin saja deretan hal gila berikut akan menjadi kenyataan.

1. Indonesia Lebih Kaya Dari Brunei
Brunei tidak lebih besar dari Jawa, namun soal kemakmuran mereka jauh lebih besar dari Indonesia. Negara ini punya produk domestik bruto per kapita nomor lima di dunia serta jadi negara paling kaya nomor lima berkat minyak mentahnya. Di Asia Tenggara sendiri sudah jelas mereka adalah yang paling makmur.

Hanya berbekal minyak mentah Brunei bisa segila ini. Apa jadinya jika Indonesia memiliki tambang emas yang notabene harganya lebih signifikan dari minyak mentah? Jangan tanya, mungkin rakyat Indonesia sudah tidak ada yang mengemis lagi. Hidup serba berkecukupan dan memenuhi rumah-rumah dengan barang belanjaan. Ya, pada akhirnya kita mampu akan berdiri sederajat dengan negara-negara kaya lain dan menjadi yang paling bisa bertahan di kala roda ekonomi global tengah tak jelas seperti sekarang ini.

2. Setiap Jiwa Punya Tabungan Emas

Ribuan ton emas diekploitasi lewat Freeport, sayangnya tak satu gram pun kita pernah kecipratan. Padahal sejatinya, itu adalah hak kita sejak awal. Sayangnya, ketidakmampuan negara mengelola sumber dayanya sendiri akhirnya harus hal seperti ini pun terjadi. Andai saja negara bisa sejak awal memprivatisasi Freeport. Tak cuma kecipratan, kita bakal diguyur emas.
Ya, jika dibagi semua emas-emas Freeport, mungkin masing-masing jiwa

 akan kebagian setidaknya 4-5 kilogram. Mimpi apa tidak kerja dapat emas sebegitu banyak? Jika dinominalkan dengan uang, kalikan saja 4 kilogram dengan harga emas yang sekarang sekitar Rp 474 ribu per gramnya. Silakan terbelalak karena uang sebanyak Rp 1,8 miliar akan kita dapatkan cuma-cuma.

3. Kota-Kota Besar di Indonesia Bakal Seperti Dubai
Di Dubai sudah jadi pemandangan biasa sekali melihat deretan mobil-mobil mewah. Nah, jika skenario Freeport dikelola pemerintah terjadi, hal tersebut juga mungkin akan terjadi di sini. Dengan uang Rp 1,8 miliar per kepala, apa sih yang tidak bisa dilakukan?
Ya, mungkin beberapa orang akan membelanjakan uang mereka untuk membeli mobil mewah setidaknya harga Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar. Alhasil, jalanan di kota-kota bakal macet dengan deretan mobil-mobil mewah kelas menengah ke atas. Beberapa mungkin akan membeli Harley Davidson yang harganya selangit itu dan mulai mendirikan klub-klub HD yang anggotanya anak-anak SMA. Keren kan?

4. Pengemis dan Pengamen Musnah Seketika

Dengan level ekonomi masing-masing orang yang sudah berada di atas strata kemiskinan, masih adakah pengemis-pengemis atau pengamen? Sepertinya tidak. Mungkin mereka sudah tidak lagi ditemukan. Ya, mereka mungkin sudah mendirikan distro-distro baju, restoran-restoran, atau usaha apapun untuk bisa lebih menikmati hidup. Tentu saja semua ini berbekal emas yang didapatkan dari Freeport tadi.

Lantaran tak ada orang miskin lagi, masalah yang muncul adalah kita sudah tak punya lagi siapa-siapa untuk disedekahi. Hingga pada akhirnya kita mulai menargetkan sedekah ke organisasi-organisasi kemanusiaan level internasional sebagai solusi. Alhasil, Indonesia tak hanya dikenal sebagai negara terkaya, tapi juga paling dermawan.

5. Tak Lagi Nyinyir Terhadap Pemerintah

Negara adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Secara sisi ekonomi hal tersebut juga termasuk karena sudah tertuang dalam undang-undang. Dan seperti yang kita tahu, masyarakat menengah ke bawah memang begitu berharap penuh terhadap pemerintah. Entah tentang ekonomi, kesehatan dan juga pendidikan. Pemerintah mungkin sudah berbuat yang terbaik. Namun, sepertinya kurang maksimal sehingga nyinyir sana sini pun tak bisa terhindarkan.

Ketika masyarakat sudah punya pegangan finansial berupa hujan emas Freeport tadi, maka tidak ada lagi yang seperti ini. Taraf hidup meningkat, masyarakat makin mandiri. Mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan terbaik dengan berbayar. Alhasil, nada-nada sumbang kepada pemerintah pun bakal senyap seperti bayi baru tidur. Indah sekali ya?

Imajinasi yang ketinggian memang bikin sakit hati karena harapan tidak terwujudnya tinggi. Namun untuk kasus Freeport ini berbeda. Jika saja pemerintah berani melakukan semacam plintiran di masa lalu mungkin saja perusahaan Amerika itu akan bisa lebih menguntungkan kita. Bahkan lebih baik jika bangsa Indonesia sendiri yang mengelolanya seratus persen.

Tambang Timika sudah tak karuan dalamnya, pemerintah juga masih gamang untuk memberikan putusan renegoisasi mereka. Sebenarnya apa lagi yang mau dikeruk padahal sudah se-dalam itu? Para ahli mengatakan jika di tambang tersebut masih ada sekitar 1.889 ton emas. Kalau begini maka tak usah heran kenapa Freeport buru-buru mengajukan perpanjangan kontrak. (Sumber : www. boombastis.com) Foto : San Antonio/Iswanto

0 komentar:

Posting Komentar